Kamis, 11 Agustus 2016

Review: The Food of Love oleh Anthony Capella

Judul: The Food of Love
Judul Terjemahan: Santapan Cinta
Pengarang: Anthony Capella
Penerjemah: Andang H Sutopo
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Gramedia

Tebal : 504 halaman
Diterbitkan pertama kali : Maret 2008

Format : Paperback
Target : Dewasa

Genre : Contemporer, Kuliner
Series: Stand-alone


Sinopsis :

Laura Patterson belajar sejarah seni di Roma. Ia memutuskan mulai sekarang hanya akan berkencan dengan pria yang pintar memasak.

Tommaso Massi, tampan dan jago merayu, mengatakan pada Laura bahwa ia chef di salah satu restoran terbaik di Italia. Padahal sebetulnya, ia hanya pelayan biasa.

Teman baiknya, Bruno. Dialah yang chef, yang kemudian dimintai bantuan. Namun ketika ia juga jatuh cinta pada Laura, masalah pun timbul…

 Review



Sejarah saya dapat buku ini...lumayan berbelit.

Awalnya ini karena saya  suka banget baca buku The Wedding Officer karya Anthony Capella dan dibuat ngences parah sama makanan Italia (yang di buku itu, khusus hanya membahas kuliner Napoli). Reviewnya bisa dibaca di blog ini, dimana saya pamer banyak gambar makanan enak XD.  Saya pun hunting buku Capella kemana - mana dan agak susah juga karena buku Capella yang pertama kali diterjemahin, Food of Love atau Santapan Cinta itu terbitnya tahun 2008! Saya aja dapat buku Wedding Officer dari Mba Threez, hasil weeding programnya (terus sekarang buku itu kena aer, dan rusak! :( ). Saya beruntung dapat The Various Flavor of Coffee dari hasil lelang BBI dan Empress of Ice Cream dari onlen shop Dojo. Nah, masalahnya, Food of Love ini gimana?

Terkisahlah (bahasa gw apaan sih :P), adanya sebuat diskusi di WhatsApp group Spank Club, grup hore - hore yang dulu digagas gara - gara kejadian madam Singapoh (aka penulis buku biru yang drama abeeees). Ternyata, si leader Spank Club, Aki Hippo, aka Pole Dancing Expert aka Chuck Norris Enthusiast punya bukunya. Saya ya...dengan malu - malu minta pinjam. Eh malah mau dikasih sama Aki! Tapi cara mintanya ga banget dan memalukan!!! Itu engga perlu diceritain, tapi buku ini didapat dengan mempertaruhkan harga diri di obrolan WA X)).

Baiklah, apa bukunya sebanding dengan pertaruhan harga diri saya?

Iya dong :D

Sinopsisnya emang simple, dan ceritanya sebenarnya jauh lebih simpel jika dibandingkan dengan Wedding Officer yang selain tentang kuliner juga tentang WW II di Italia. Ini novel debut Capella, tapi dari sini aja saya sudah tahu, he knows what he wrote! Ga mungkin engga ngencesss baca buku ini. Apalagi saya bacanya pas masih puasa, beneran ngiler :P~. Capella begitu lihai menuliskan berbagai macam kuliner Italia, yang di buku ini dia fokusnya ke masakan kota Roma. Tapi tidak hanya masakannya saja, ambience Italia juga ditangkap dengan sangat oke oleh Capella. Baca ini, saya jadi ingat sama mantan teman kantor yang lagi S2 di Italia (mantan karena udah resign).  Dia Muslim sih, dan pasti berat ya menghindari godaan makanan disana (kalau godaan cewe, saya yakin dia bisa tahan :D). Seandainya wine atau babi itu ga haram, saya asli pengen nyicip. Apa daya cuma bisa bayangin :P. Lucunya, masakan Italia somehow sama kayak Indonesia! Mereka juga masak jeroan, buntut sapi, apapun yang aneh - aneh, yang orang (dalam hal ini American) bakalan jijik makannya. Ada bagian dimana Capella mendeskripsikan makanan yang terbuat dari burung hidup, make me feel ...grossss when read it!!! x_x

Eniwei, The Food of Love ini..erotis. Pake banget. Siapa bilang novel erotis harus eksplisit  penggambaran adegan sexnya? Mungkin di edisi terjemahan, konten erotisnya sudah di-tone down, tapi tetep kerasa erotismenya. Ada dua adegan yang menurut saya paling erotis di buku ini. Pertama, saat Laura makan tarfuto alias gelato yang dibikin Bruno. Oke, gelato biasa mungkin ga akan seerotis ini. The problem is, tarfuto bikinan Bruno mengandung beberapa bahan kayak kakao dan cabe yang dipercaya adalah afrosidiak alami. Bisa bayangin dong gimana reaksinya :D. Yang kedua, saat Bruno pergi ke Le Marche buat nyembuhin patah hatinya. Adegan dia sama Benedetta, cewe yang ditemu di Le Marche, saat berburu truffle, bikin saya jedag jedug ga karuan. Dibandingkan dengan Wedding Officer, konten erotisnya emang luar biasa XD. Tapi....juga bikin jengkel, karena saya ini pembaca romance sejati, baca adegan Laura sama Tomasso itu malah bikin keki :(.

Di buku ini...saya jadi kasian sama Bruno. Ini cowo beneran baeeeek. Bagi Bruno, masakannya itu segalanya. Tapi saat ketemu Laura, dia beneran falling in love so hard! Dan saya kesel sama Tomasso. Karena bisa - bisanya bohong ngaku chef ke Laura, padahal dia cuma pelayan biasa yang kebetulan pinter ngomong dan merayu. Kasian Bruno yang kerja keras buat nyatain perasaan ke Laura lewat masakannya, tapi hati Laura cuma terpaku sama Tomasso. Apa engga happy end? Tenang, semua bahagia kok di akhir. Cuma saya kurangin bintangnya, karena menurut saya adegan Laura sama Bruno kurang banyak :D #lha.

Apa yang mau disampaikan buku ini selain masakan Romanya yang dideskripsikan dengan sangat kaya dan menjamin kamu ngences, plus suasana Italia yang sangat otentik? Pertama, dalam suatu hubungan itu, jangan bohong! Tomasso bohong ke Laura kalau dia seorang chef. Bruno bohong kalau dia cuma tukang cuci padahal semua masakan Tomasso adalah masakannya. Akhirnya semuanya jadi kacau. Kedua, memang benar untuk cinta, action sometimes talk louder than words. Tapi, percuma juga jika tidak diungkapkan. Bruno berpikir dengan masakannya, Laura akan mengerti perasaannya. Pada akhirnya, masakannya ya cuma masakan saja. Bruno harus berusaha untuk pede supaya perasaannya pada Laura bersambut.

Saya suka sama karakterisasi di Food of Love. Saya suka Bruno yang underdog and I have a weakness for underdog character. Walau jengkel sama Tomasso, saya ga bisa untuk ga simpati sama Tomasso, karena dia sebenernya teman yang baik buat Bruno. Sayangnya, tokoh utama cewenya, Laura malah terkesan biasa aja. Mungkin karena saya juga ga bisa ga  bandingin sama Livia Pertini di Wedding Officer. Laura ini terkesan flat. Bagi saya, Laura mau jadi American, British, Spaniard, ya sama saja. Nothing special. Di sisi lain, saya suka sama Benedetta. Dia ngingetin saya sama Livia, dan mungkin memang karakteristik cewe Italia seperti itu. Berapi - api. Orang - orang lain di Templi, tempat Tomasso dan Bruno kerja juga cukup menarik, seperti chef utama Templi yang ngingetin saya sama Gordon Ramsay :P.

Duh, yang jelas novel - novel Capella itu recommended! (padahal saya baca juga baru dua :D). Eniwei, buku ini udah lama dan agak susah nyarinya, jadi kalau kamu nemu satu, wow beruntung deh! Oh ya, mungkin bagi kamu yang engga biasa baca kisah dengan tone erotis, mungkin akan agak gimana gitu. Tapi kalau biasa baca Eka Kurniawan, kali bisa baca ini (ih, saya bandinginnya kok aneh, secara ga pernah baca buku Eka, hehehe). Yang pasti, mesti baca! Dan siapa tahu abis baca buku ini jadi pengen ke resto Italia terdekat :D






Story  Rate

Rating untuk The Food of Love ini adalah: 


Dan untuk sensualitasnya:
 
Sebenarnya tidak yang eksplisit pake banget, beberapa bahkan implisit. Tapi itu tidak membuat otak saya yang cukup "ngeres" ini buat melayang kemana - mana :P. Kenyataan bahwa beberapa bahan makanan itu afrosidiak yang oke, memang dibuktikan sekali di buku ini XD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komen di Ren's Little Corner. Silakan untuk setuju/tidak setuju dengan review/opini saya tapi mohon disampaikan dengan sopan ya :)

Saya berhak menghapus komentar yang tidak nyambung dengan isi blog atau spamming (jangan sertakan link blog kamu/ link apapun di kolom komentar, kecuali untuk giveaway).

Komen untuk postingan yang berusia lebih dari 1 bulan otomatis akan dimoderasi.

Terimakasih sudah mau berkunjung! :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...